Cari di Blog ini

11/20/2018

CABG

STUDI KEPUSTAKAAN


Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

Definisi

    Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).

    Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.

Indikasi dan kontra indikasi.

Indikasi CABG menurut AHA:

Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.

Kelas I :

Stenosis Leaft Mean Coronaty Artery yang signifikan.


Leaft mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX proximal).


Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV EF 50%).

Kelas II

Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.Akan menjadi kelas satu jika terdapat iskimic berdasarkan pemeriksaan non invasive atau LV EF 50%.


Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD.

Bila terdapat didaerah miocardium variabel yang besar berdasar kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas satu.


Indikasi CABG untuk angina stabil.


Kelas I


Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan LCX proximal.


Three Veseel Disease (dengan harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV terganggu misalnya LV EF 50%)


Two Vssel Disease dengan stenosis LAD proximal LV EF 50% atau terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.


Satu atau dua Vessel Desease LAD yang signfikan tetapi terdapat daerah miokardium variabel yang besar dan trmasuk kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non invasive.


Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.


Kelas II


Stenosis LAD proximal dengan satu Vessel deaseases.


Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal yang signfikan.

Kelas III


Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.


Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada lokasi non Left Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.


Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.


Kelas I

Stenosis Leaft Mean Coronary yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen.


Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi non bedah yang maksimal.

Kelas IIA.

Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease


Kelas IIB

Satu atau dua vessel deasease tidak pada LAD.


Indikasi CABG pada ST Segmen elevation Q wave MI


Kelas I


Kelas IIA

Iskemic yang mengancam atau infark yang tidak responsive pada terapi non bedah yang maksimal.


Kelas IIB

Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis koroner yang mengancam daerh miokardium.


Untuk referfusi untuk jam-jam pertama (6-12 jam pada STEMI).

Kelas III

Untuk referfusi primer lambat (>12 jam) pada STEMI tanpa iskemic yang mengancam.


Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.

Kelas I

Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX proximal.


Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease .

Kelas II

Fungsi LV yang memburuk dengan area miokardium viable terevascularisasi tanpa adanya perubahan atau kelainan anatomis.


Kelas III

Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic intermitten dan tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terevascularisasi.


Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.

Kelas I

Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.


Three Vessel Desease.

Kelas IIA


Satu atau dua vessel deasese yang bisa dilakukan bypass.

Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan pemeriksaan non invasive atau LV EF <50%.

Jika terdapat miokardium yang besar dan termasuk kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas I.


Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.

Kelas III

Takikardi ventrikel tanpa skore dan tanpa bukti ada iskemic.


Indikasi CABG pada pasca kegagalan PTCA.

Kelas I

Iskemic yang mengancam atau oklusi pada area miokard yang signfikan.


Hemodinamic yang tidak stabil.

Kelas IIA


Benda asing pada lokasi anatomis yang penting.


Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan tidak memiliki riwayat sternotomi.

Kelas IIB

Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan memiliki riwayat sternotomi.


Kelas III

Tidak iskemic.


Revaskularisasi yang gagal oleh karena keadaan anatomi atau miokardiumyang tidak viable lagi.


Indikasi CABG pada pasien dengan riwayat CABG.

Kelas I

Angina Refraktur terhadap pengobatan non invasive maksimal.


Kelas IIA


Stenosis yamg nyata pada coroner distal yang memungkinkan dilakukan bypass dengan daerah miokardium yang besar yang terancam pada pemeriksaan.


Kelas IIB

Iskemic pada daerah distribusi non LAD dengan graft arteri mamari interna paten ke LAD yang memperdarahi area miokardium fungsional dan tanpa usaha pengobatan medikal mentosa atau revaskularisasi percutan yang agresif.


Kontraindikasi CABG

    Adapun kontraindukasi CABG secara mutlak tidak ada,tetapi secara     relatif CABG dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang     akan memperberat atau meningkatkan resiko selama dan sesudah     operasi.Seperti:

Faktor usia yang sudah sangat tua.


Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus dan EF yang sangat rendah <15%.


Sklerosis aorta yang berat.

Teknik operasi CABG

    Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu on pump dan off pump. Masing-masing teknik memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

    Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan lapangan operasi yang bebas darah sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan dan vena kava untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan dengan tabung yang berisi cairan kristaloid isotonic. Darah vena yang diambil dari tubuh disaring, di oksigenasi, dijaga temperatunya kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan ke aorta ascenden.

    Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan cairan cardioplegia yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose, buffer pH, hiperosmolalitas, dan anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa melalui root aorta (antegrade) dan melalui sinus coronaries (retrograde) serta melalui keduanya.


    Operasi teknik off pump tidak menggunakan mesin jantung paru sehinnga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi secara biasa saat operasi dilakukan.

Kriteria pasien Off Pump:

Pasien yang direncanakan operasi elektif.


Hemodinamik stabil.


EF dalam batas normal.


Pembuluh darah distal cukup besar.

Keuntungan dari teknik Off Pump (Benetti&Ballester,1995)

Meminimalkan efek trauma operasi.


Pemulihan/mobilisasi lebih dini.


Drainase darah pasca bedah minimal.


Tersedia akses sternotomi untuk reoperasi.


Pembuluh darah yang digunakan sebagai bypass.

Ada 3 pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu Arteri Mamaria Interna, arteri radialis dan vena safena.


    Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya berasal dari dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri coroner (Shapira et al, 2002). AMI sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang menggunakan IMA dapat bertahan lebih dari 10 tahun (Wood et al, 2005). IMA sering di gunakan untuk by pass arteri Left anterior ascenden.

    Arteri radialis. Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang Carpalia dibawah tendo Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir 1 inchi dari pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk mengetahun kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan vena safena (Dunning et al, 2005).

    Vena Safena. Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah yaitu vena safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah vena safena magna. Vena safena sering digunakan karena diameter ukurannya mendekati arteri coroner.

Komplikasi potensial pasca operasi CABG

Komplikasi jantung setelah operasi CABG dapat ditangani berdasarkan empat komponen yang mempengaruhi curah jantung meliputi preload, afterload, frekuensi denyut nadi, dan kontraktilitas.


Gangguan preload meliputi hipovolemia, perdarahan menetap, tamponade jantung dan kelebihan cairan.

Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah dilakukan penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh dinaikkan yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk memenuhi rongga pembuluh darah.

Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 200 ml/jam selama 4 jam sampai 6 jam pertama.

Tamponade jantung adalah kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan pericardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri, bunyi jantung lemah, penurunan haluaran urine, tekanan PCWP dan CVP meningkat, takikardi, drainase berkurang, pulsus paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi), akral dingin.

Kelebihan cairan merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien pasca bedah jantung. Tekanan arteri Pulmonal, PCWP dan CVP meningkat. Biasanya diberikan diuretic dan kecepatan pemberian cairan via intravena diperlambat.


Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh pasien. Pada hipotermia terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan afterload. Penanganannya adalah dengan menghangatkan kembali pasien secara bertahap, dan jika diperlukan dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu penghangatan. Sebaliknya demam atau kondisi hipertermik akan meningkatkan afterload. Penanganannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor.


Hipertensi. Hipertensi terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksaan terapinya disesuaikan seperti sebelum operasi.


Aritmia. Aritmia dapat mempengaruhi curah jantung. Tujuan utama penangannya adalah mengembalikan irama jantung ke irama sinus normal dan mencapai irama stabil yang menghasilkan curah jantung yang sesuai dengan kebutuhan pasien.


Gangguan Kontraktilitas. Gagal jantung terjadi jika jantung tidak mampu memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata, takikardi, gelisah,kesulitan bernafas, edema dan terjadi peningkatan PCWP, PA dan CVP.


Infark Miokard Post Operasi (PMI). Terjadi kematian sebagian otot jantung sehingga menurunkan kontraktilitas. Pengkajian yang dilakukan harus teliti untuk membedakan dengan nyeri karena faktor pembedahan. Infark miokard harus dicurigai jika tekanan arteri rata-rata menurun dengan preload yang normal. Serial EKG dan enzim dapat membantu penegakkan diagnose.


Komplikasi Paru-paru

Komplikasi paru sering ditemukan saat mengkaji suara nafas, saturasi oksigen, dan volume tidal saat ekspirasi pada ventilator. Hasil analisa gas darah dan vena campuran harus dipantau.


Komplikasi Neurologis

Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya dari efek anastesi dalam 1 sampai 6 jam pasca operasi. Pasien yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6 jam atau menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri harus dievalusi kemungkinan stroke.

Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi biasanya terjadi 24–48 jam pertama setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB, gangguan neurologis yang terjadi setelah beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak stabilnya hemodinamik post operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).


Gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit

Hipokalemi dapat diakibatkan oleh masukan yang kurang, pemberian diuretic,, muntah, diare dan stress pembedahan. Perubahan EKG yang muncul adalah gelombang T yang datar atau terbalik dan adanya gelombang U. Kolaborasi pemberian Kalium intravena perlu dilakukan.

Hiperkalemi dapat disebabkan oleh peningkatan asupan, hemolisis sel darah merah, insufisiensi ginjal, nekrosis jaringan. Gejala yang terjadi adalah konfusi mental, gelisah, mual, kelemahan, parastesia ekstremitas. Perubahan EKG yang spesifik adalah gelombang T yang tinggi dan lancip, peningkatan amplitude, pelebaran QRS, dan QT yang memanjang. Penanganannnya adalh kolaborasi pemberian natrium bikarbonat, insulin IV dan glukosa.

Hipernatremi dan hiponatremi. Hiponatremi cukup jarang terjadi, biasanya lebih disebabkan peningkatan cairan yang masuk ke tubuh sehingga terjadi pengenceran natrium tubuh.

Hipokalsemi dan hiperkalsemi. Hipokalsemi biasanya terjadi akibat alkalosis yang menurunkan jumlah Ca dalam cairan ekstrasel. Hiperkalsemi dapat menyebabkan aritmia yang serupa dengan keracunan digitalis. Penanganan segera harus dilakukan untuk mencegah terjadinya asistole dan kematian.


Infeksi

Komplikasi yang sering dialami oleh pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan. Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan menurunkan system imunitas tubuh. Selain itu alat invasive yang melekat pada pasien bisa menjadi sumber infeksi. Penangan infeksi biasanya didasarkan pada protocol di setiap rumah sakit.

Dekubitus

Luka yang terjadi akibat penekanan yang lama pada bagian tubuh yang menonjol. Peranan perawat sangat vital mencegah terjadinya dekubitus khususnya pada pasien dengan bedrest total. Miring kanan-kiri adalah salah satu cara mencegah terjadinya dekubitus


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi

2. Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan     gangguan volume darah, osmotic diuresis

3. Risti Infeksi berhubungan dengan luka insisi, imunosupresi

D. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I : Nyeri berhubungan dengan luka operasi

Tujuan        : Nyeri hilang/berkurang

Kriteria Hasil    :

    a. Menyatakan nyeri berkurang

    b. Menunjukkan postur tubuh rileks

    c. Kemampuan istirahat/tidur cukup

    d. Membedakan ketidaknyamanan antara nyeri angina dan             luka operasi

Intervensi        :

a. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi serta intensitas nyeri dan skala nyeri 0-10. Tanyakan pada pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri dada angina

Rasionalisasi: Penting untuk pasien membedakan nyeri insisi dan nyeri angina untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Nyeri berat pada luka operasi beresiko terjadinya komplikasi.

b. Observasi cemas, mudah teransang, menangis, gelisah, gangguan tidur. Pantau tanda-tanda vital.

Rasionalisasi: Petunjuk nonverbal ini menunjukkan adanya derajat nyeri yang dialami

c. Identifikasi posisi nyaman menggunakan alat bantu bila perlu.

Rasionalisasi: bantal/gulungan selimut berguna untuk menyokong ekstremitas, mempertahankan postur tubuh dan penahanan insisi untuk menurunkan tegangan otot/ meningkatkan kenyamanan.

d. berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung atau perubahan posisi. Bantu aktifitas perawatan diri.

Rasionalisasi: dapat meningkatkan relaksasi/ perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi dosis analgetik

e. Identifikasi penggunaan perilaku seperti bimbingan imaginasi, distraksi, visualisasi nafas dalam

Rasionalisasi: teknik relaksasi dan penangan stress, meningkatkan rasa sehat, mengurangi kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan

f. Pantau laporan nyeri di area yang tak biasa atau keluhan yang tak jelas khususnya bila disertai oleh perubahan mental, tanda vital dan kecepatan nafas.

Rasionalisasi: Manifestasi dini terjadinya komplikasi seperti tromboplebitis, infeksi, disfungsi gastrointestinal

g. Beri obat pada saat prosedur sesuai indikasi

Rasionalisasi: kenyamanan dengan pasien saat pengobatan, ambulasi, dan prosedur dipermudah oleh pemberian analgesik

Diagnosa Keperawatan II : Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotic, gangguan volume darah

Tujuan     : Kebutuhan cairan dan hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil     : Hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital yang atabil, nadi perifer dapat diraba, capillary refill baik, haluaran urine dan kadar elektrolit dalam batas normal

Intervensi    :

Monitor parameter hemodinamik sacara ketat

Rasional: Memberikan informasi mengenai keadaan hidrasi tubuh


Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rasionalisasi: volume sirkulasi yang adekuat penting untuk aktivitas seluler yang optimal, asidosis metabolic dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi setelah penggunaan alat mesin jantung paru


Monitor nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membrane mukosa

Rasional: untuk mengetahui perfusi ke jaringan. Volume sirkulasi darah yang adekuat penting untuk aktivitas selular yang optimal. Perfusi ke jaringan yang baik menunjukkan keadekuatan cairan di intravaskular


Monitor intake dan output

Rasional: Menentukan kondisi pasien berhubungan dengan status cairan dan rehidrasi yang akan dilakukan


Waspada terhadap perubahan kadar elektrolit serum

Rasionalisasi: konsentrasi elektrolit tertentu sangat penting baik dalam cairan tubuh intraseluler dan ekstraseluler untuk mempertahankan kehidupan


Observasi adanya edema, peningkatan BB, peningkatan tanda-tanda vital

Rasional: Mengevaluasi intervensi untuk rehidrasi cairan. Rehidrasi yang tidak terkontrol akan mengganggu keseimbangan volume cairan di intravascular


Diagnosa Keperawatan III: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka op, terpasang alat di tubuh, imunosupresi

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria Evaluasi: tidak terjadi demam dan tercapai pemulihan luka tepat pada waktunya

Intervensi:

a. Lakukan prosedur mencuci tangan yang baik staf dan pengunjung. Batasi pengunjung yang mengalami infeksi.

Rasional: lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi

b. Monitor tanda-tanda vital pasien terutama suhu

Rasional: peningkatan suhu terjadi akibat proses inflamasi. Identifikasi dini memungkinkan terapi yang tepat

c. Ubah posisi secara berkala, pertahankan linen kering dan bebas kerutan

Rasional: menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan mencegah kerusakan kulit (potensial pertumbuhan bakteri)

d. Hindari/batasi prosedur invasive

Rasional: menurunkan risiko kontaminasi, membatasi entri portal terhadap agen infeksius

e. Patuhi teknik aseptic ketika melakukan tindakan yang berhubungan dengan alat invasive

Rasional: Mencegah kontaminasi kuman pada alat-alat yang melekat pada tubuh

f. Kolaborasi: Berikan antibiotic sesuai indikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

    Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari PJK yaitu membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang mengalami penyempitan. Saluran baru diambil dari pembuluh darah arteri ataupun vena, sehingga menyediakan jalan untuk aliran darah yang menuju sel otot jantung

    CABG bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran arteri koroner akibat adanya penyumbatan. Tindakan Kateterisasi dilakukan untuk memastikan daerah yang mengalami penyumbatan.

    Sasaran yang ingin diperoleh pasca dilakukan tidndakan CABG adalah mengurangi gejala penyakit arteri koroner, sehingga pasien mampu meningkatkan kualitas hidup lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan operasi CABG.

B. SARAN

    Banyak masalah yang timbul dan dirasakan pasien pasca dilakukan operasi CABG. Perawat sebagai profesi yang bersentuhan langsung dengan pasien secara berkesinambungan memiliki peran yang penting untuk mengatasi keluhan yang dirasakan. Dengan asuhan keperawatan yang tepat dan kolaborasi yang baik dengan tenaga kesehatan lainnya diharapkan kesembuhan pasien sebagai outcome yang utama akan bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner&Studdart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Carpenito. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Chulay&Burns. (2006). AACN essentials of critical care nursing. USA: The McGraw-Hill

Eagle et al. (1999). ACC/AHA guidelines for coronary artery bypass graft surgery: executive summary and recommendations. Diambil pada tanggal 15 Januari 2012 dari http://circ.ahajournals.org/content/100/13/1464.full

Feriyawati, L. (2005). Coronary artery bypass graft: vena saphenous, arteri interna mammaria, arteri radialis. Diambil pada tanggal 17 januari 2012 dari http://faculty.ksu.edu.sa/albloushi/Critical%20Care%20Nursing%202007/CABG.pdf 1

Gray et al. (2002). Lecturer Notes: Kardiologi. Jakarta: 2005

Martin et al. (2006). Nursing care of the patient undergoing coronary artery bypass graft. Diambil pada tanggal 17 januari 2012 dari http://www.nursingcenter.com/library/JournalArticle.asp?Article_ID=638956

Woods et al. (2005). Cardiac Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang perawat di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sejak 2008. Lulus Pendidikan Kardiovaskuler Dasar Tahun 2009, Kardiovaskuler Lanjutan Tahun 2016. Saat ini bekerja di Unit ICU Bedah Jantung.