Cari di Blog ini

Tampilkan postingan dengan label ASKEP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ASKEP. Tampilkan semua postingan

11/20/2018

VSD

A.     Definisi Ventricular Septal Defect (VSD)

Defek septum ventricular (VSD) adalah suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.(Rita &Suriadi, 2001). VSD adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan ventrikel kanan dan ventrikel kiri. (Heni dkk, 2001).

Ventricular septal defect (VSD) adalah kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. Kebocoran ini terjadi karena kelambatan dalam pertumbuhannya.

B.     Etiologi

Pada sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB), penyebabnya tidak diketahui. Lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial seperti:

a.       Kelainan perkembangan embrionik pada usia lima sampai delapan minggu

b.      Infeksi ibu selama trimester pertama

c.       Ibu menderita DM dengan ketergantungan pada insulin

d.      Gizi ibu jelek

e.       Radiasi

Faktor yang berpengaruh, diantaranya adalah:

a.       Faktor eksogen

Seperti ibu dengan DM, fenilketonuria, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan (maternalfaktor).

b.      Faktor endogen

Seperti riwayat keluarga dengan penyakit jantung (faktor genetik).

C.    Patofisiologi

Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan resistensi pulmonal. Hal ini mengakibatkan darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek septum.Volume darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru. Dengan demikian tek.ventrikel kanan meningkat akibat adanya shunting dari kiri ke kanan. Hal ini akan berisiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya hipertropi otot ventrikel kanan sehingga terjadi peningkatan workload dan terjdi pembesaran atrium kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak sempurna.

D.    Manifestasi Klinis

Defek kecil asimtomatik, defek sedang hingga besar menimbulkan keluhan seperti kesulitan waktu minum atau makan karena cepat lelah atau sesak dan sering mengalami batuk serta infeksi saluran napas berulang. Ini menyebabkan pertumbuhan yang lambat.

Pada pemeriksaan fisik biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat, dapat teraba thrill sistolik, bunyi jantung II mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal, terdengar bising pansistolik di SIC 3-4 parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pada pirau yang besar dapat terdengar bising middiastolik di apeks akibat aliran berlebihan, dapat ditemukan gagal jantung kongestif. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru dan sindrom eisenmenger, penderita tampak sianosis dengan jari tabuh, bahkan mungkin disertai tanda gagal jantung kanan (Purwaningtyas, 2008; Rilantono, 2003)

a.       VSD Kecil

Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit membesar dan tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung biasanya normal, dapatditemukan bising sistolik dini pendek yang mungkin didahului early systolic click. Ditemukan pula bising pansistolik yang biasanya keras disertai getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium.

b.      VSD Sedang

Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat minum atau memerlukan waktu lebih lama/tidak mampu menyelesaikan makan dan minum, kenaikan berat badan tidak memuaskan, dan sering menderita infeksi paru yang lama sembuhnya. Infeksi paru ini dapat mendahului terjadinya gagal jantung yang mungkin terjadi pada umur 3 bulan. Bayi tampak kurus dengan dispneu, takipneu,serta retraksi. Bentuk dada biasanya masih normal. Pada pasien yang besar, dada mungkin sudah menonjol. Pada auskultasi terdengar bunyi getaran bising dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri yang menjalar ke seluruh prekordium.

c.       VSD Besar.

Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I sampai III dapat terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna dan sering menimbulkan dispneu.Gagal jantung biasanya timbul setelah minggu VI, sering didahului infeksi saluran napas bawah. Bayi sesak napas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat nyata. Biasanya bunyi jantung masih normal, dapat didengar bising pansistolik, dengan atau tanpa getaran bising, melemah pada akhir sistolik karena terjadi tekanan sistolik yang sama besar pada kedua ventrikel. Bising mid-diastolik di daerah mitral mungkin terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat.

EKlasifikasi

Berdasarkan lokasi lubang, VSD diklasifikasikan dalam 3 tipe:

1.      Perimembranous, bila lubang terletak didaerah septum membranous dan sekitarnya.

2.      Subarterial Doubly commited, bila lubang terletak didaerah septum infundibuler.

3.      Muskuler, bila lubang terletak didaerah septum muskuler inlet, outlet ataupun     trabekuler.

Besar dan arah shuny tergantung 2 hal, yaitu besar kecilnya defek dan tekanana pulmonal (Robbins, 2007). Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah yang ke paru bertambah.

F.     Pemeriksaan Diagnostik

Foto thorax : dapat ditemukan kardiomegali dengan LVH, vaskularisasi paru meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.

Elektrokardiografi : LVH, LAH.

Ekokardiografi : dengan M-mode dapat diukur dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel, dengan defek doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang melewati defek tersebut.

Kateterisasi jantung : dilakukan pada penderita dengan hipertensi pulmonal, dapat mengukur rasio aliran ke paru dan sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri dilakukan untuk melihat jumlah dan lokasi VSD (Joto, 2001; Kertohusodo, 1987; Rakhman, 2003).

Auskultasi jantung

Pemantauan tekanan darah

MRI

G.    Pencegahan VSD

1.    Anak diberikan asupan kalori yang memadai agar mencapai pertumbuhan yang optimal.

2.    Sebelum dan selama hamil ibu menghindari pemakaian alkohol, merokok dan mengontrol diabetesnya secara teratur.

3.    Menurut Artikel Ventricular Septum Defect pasien Small Ventricular Septum Defect dengan tekanan arteri paru normal, fungsi ventrikel normal, dan tidak ditemukan lesi memiliki toleransi aktifitas yang normal dan tidak ada batasan berolahraga. Sedangkan yang memiliki pulmonary arterial hypertension  biasanya memiliki batasan dalam berolahraga. Dan juga pada wanita hamil dengan Small Ventricular Septum Defect tanpa hipertensi paru tidak menimbulkan resiko pada kehamilan. Sedangkan moderate defects dapat meningkatkan aliran darah pada paru-paru selama kehamilan

H.    Penatalaksanaan

Terapi :

1.      Pada VSD kecil

VSD kecil tidak perlu dirawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi anak. Berikan antibiotik seawal mungkin .Vasopresor atau vasodilator adalah obat – obat yang dipakai untuk anak dengan VSD dan gagal jantung misal dopamin ( intropin ) memiliki efek inotropik positif pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi. Sedang isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik posistif pada miokard menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung. Bayi dengan gagal jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk pengikatan / penyatuan arteri pulmonar. Pembedahan tidak ditunda sampai melewati usia prasekolah.

2.      Pada VSD sedang

Jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.

3.      Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen

Biasanya pada keadaan gagal jantung pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusieritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.

4.      Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen

Operasi paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.

5.      .Antibiotic profilaksis → mencegah endokarditis pada tindakan tertentu.

Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun, Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam keadaan baik, BB 15 kg. Bila sudah terjadi sindrom Eisenmenger ini tidak dapat dioperasi. Sindrom Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD yang berat, yaitu ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, sehingga shuntnya sebagian atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri sebagai akibat terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Artikel Ventricular Septum Defect, dulu Pasien dengan ventricular septal defects direkomendasikan secara rutin diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari terjadinya endokarditis.  Hal ini dikarenakan resiko peningkatan endokarditis disebabkan bakteremia. Kurangnyakebersihan gigi mungkin mengakibatkan timbulnya bakteremia, dan pengobatan denganantibiotik dapat mengurangi resiko bakteremia dan endokarditis.

            Kemudian, bukti-bukti menunjukkan bahwa endokarditis kemungkinan besardisebabkan dari kebersihan gigi yang buruk, serta gaya hidup pasien. Karena kurangnya data untuk mendukung perihal tentang efektitas profilaksis antibiotik untuk pencegahanendokarditis, saran tersebut diubah. Selanjutnya peneliti menyarankan bahwa pasiendengan ventricular septum defect tanpa komplikasi tidak perlu antibiotik, tetapi mereka menekankan untuk melakukan pencegahan infeksi gigi, dengan secara teliti menjaga kebersihan gigi setiap hari dan secara berkala memeriksakannya ke dokkter gigi.

            Namun, antibiotik profilaksis untuk perawatan gigi terus direkomendasikanselama 6 bulan setelah menyelesaikan operasi penutupan atau transcatheter closurer bagi pasien ventricular septum defect dan pada saat masih terdapat kerusakan yang berkaitan dengan material tambalan, karena situasi ini bisa menghambat endothelialisasi

I.       Komplikasi

a.       Endokarditis infektif

b.      Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar

c.       Penyakit vaskular paru progresif

d.      Kerusakan sistem konduksi ventrikel

e.       Infeksi paru gagal jantung kongestif

f.       Eisenmenger’s syndrome

Beberapa pasien dengan VSD yang besar tidak terkoreksi biasanya mengalami gangguan pertumbuhan, infeksi pernafasan berulang, hipertenis pulmonal, dan gangguan ventrikel kanan dan kiri. Komplikasi yang utama adalah kegagalan ventrikel kanan yang berat dengan terjadinya shunting yang reversal (Eisenmenger’s syndrome).

J.      Prognosis

1. Dengan bertambahnya umur membuat VSD mengecil, bahkan menutup

2. Sebagian besar menutup pada 2 tahun pertama pada VSD kecil

3. Lebih dari 2 tahun tidak menutup yang menyebabkan dapat menjadi  menetap

4. Defek sedang & besar bisa menimbulkan gagal jantung

Atresia Pulmonal dengan VSD

TINJAUAN TEORI


2.1. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK ANAK

PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia empat bulan .( USU, Institutional Repository, Dhania, 2009 ).

2.2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian kelainan-kelainan jantung bawaan.

Faktor-faktor tersebut adalah:

1.      Faktor prenatal:

a.         Penyakit rubella

b.        Alkoholisme, minum jamu, minum obat obatan penenang

c.         Umur ibu lebih dari 40 tahun

d.        Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin

2.      Faktor genetik: 

a.         Kelainan jantung pada anak yang lahir sebelumnya.

b.        Ayah atau ibu menderita penykit jantung bawaan.

c.         Kelainan kromosom, seperti sindroma Down.

d.        Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

2.3 JENIS PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK ANAK

2.2.1 PJB Non Sianotik

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa sejak lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. ( USU, Institutional Repository Roebiono, 2003 )

2.2.2 PJB Sianotik

Sesuai dengan namanya manifestasi klinis yang selalu terdapat pada pasien dengan PJB sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang disebabkan oleh terdapatnya >5mg/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi. Deteksi terdapatnya sianosis antara lain tergantung kepada kadar hemoglobin ( Prasodo, 1994 ).

2.4 PA ( Pulmonal Ateresia ) dengan DSV / VSD ( Defek Septum Ventrikel )

Pulmonal Atresia adalah suatu penyakit kongenital kompleks yang terjadi karena perkembangan abnormal dari jantung janin selama 8 minggu pertama kehamilan. (Lucile Packard Childrens hospital, California, 2013).

Pada atresia pulmonal , katup pulmonal tidak berkembang dengan baik. Darah tidak bisa mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru . Sebelum lahir, hal ini tidak mengancam jiwa karena plasenta yang menyediakan oksigen untuk bayi, bukan paru-paru . Darah dari sisi kanan jantung bayi melewati foramen ovale - lubang antara ruang atas jantung ( atrium ) yang memungkinkan darah yang kaya oksigen bergerak ke sisi kiri jantung dan dipompa ke seluruh tubuh bayi. Setelah lahir, paru-paru harus menyediakan oksigen untuk tubuhnya . Pada atresia pulmonal, katup pulmonal tidak berfungsi, darah harus mencari jalan lain untuk mencapai paru-paru bayi.

Foramen ovale sering menutup segera setelah lahir , tetapi bisa tetap terbuka pada atresia pulmonal, sehingga memungkinkan darah miskin oksigen untuk menuju atrium kiri . Dari atrium kiri menuju ke ventrikel kiri untuk di alirkan ke seluruh tubuh . Namun, aliran darah ini tidak dapat mencukupi tubuh bayi dengan oksigen .

Sumber : www.lpch.org

Bayi yang baru lahir juga memiliki koneksi sementara antara aortadan arteri pulmonalis, yang disebut ductus arteriosus . Hal ini memungkinkan beberapa darah miskin oksigen untuk masuk ke dalam paru-paru, di mana ia dapat mengangkut oksigen untuk kebutuhan tubuh bayi. Ductus arteriosus biasanya menutup dalam waktu beberapa jam atau hari setelah lahir , tetapi dapat tetap terbuka dengan obat .

Dalam beberapa kasus , terdapat lubang kedua di jaringan yang memisahkan ruang ventrikel jantung bayi, yang disebut ventrikel septal defect ( VSD ) . VSD ini memungkinkan jalur keluar untuk darah untuk memasuki ventrikel kiri . Jika tidak ada VSD , ventrikel kanan hanya sedikit menerima aliran darah sebelum kelahiran dan sering tidak berkembang sepenuhnya. Ini adalah suatu kondisi yang disebut atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh ( PA / IVS ) . (Mayo Clinic, 2013).

Sumber : www.pediatrics.wisc.edu

Saat duktus arteriosus menutup pada hari-hari pertama kehidupan, anak dengan Pulmonary Atresia with Intact Ventricular Septum mengalami sianosis. Jika tidak ditangani, kebanyakan kasus berakhir dengan kematian pada minggu awal kehidupan. Pemeriksaan fisik menunjukkan sianosis berat dan distress pernafasan.Suara jantung kedua terdengar kuat dan tunggal, seringnya tidak terdengar suara murmur, tetapi terkadang murmur sistolik atau yang berkelanjutan dapat terdengar setelah aliran darah duktus. (Bernstein, 2007)

Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru.Makin rendah tahanan vaskuler paru makin besar aliran pirau dari kiri ke kanan.Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3bulan dimana proses maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung (Roebiono, 2003).

2.4.1. PATOFISIOLOGI

Pada proses kehamilan trimester I atau 3 bulan pertama saat terbentuknya organ organ jantung disini terjadi ketidak normalan pembentukan sekat antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Sehingga terdapat pirau atau lubang yang seharusnya sekat tersebut tertutup. Dan juga tidak terdapatnya katup arteri pulmonalis. Sehingga setelah bayi lahir tidak terdapat katup pulmonal maka darah dari ventrikel kanan tidak dapat mengalir ke arteri pulmunal sehingga darah tidak bisa ke paru paru untuk melakukan proses difusi. Tekanan di ventrikel kanan semakin tinggi dikarenakan volume darah dari atrium kanan semakin bertambah sehingga darah di ventrikel kanan akan mencari jalan keluar untuk bisa keparu paru. Darah di ventrikel kanan akan melalui pirau atau shunt ke ventrikel kiri sehingga darah yang banyak mengandung CO2 akan bercampur dengan darah diventrikel kiri yang banyak mengandung O2. Adanya pirau atau shunt antara ventrikel kanan dengan ventrike kiri ini disebut dengan VSD (Ventrikel Septum Defek). Volume darah di ventrikel kiri bertambah dengan adanya aliran darah dari ventrikel kanan dan dari atrium kiri keadaan ini membuat ventrikel kiri akan bekerja keras berkontraksi mengalirkan darah ke aorta sehingga tekanan di aorta juga tinggi darah campuran (O2 dan CO2 ) belum bisa mencukupi kebutuhan dari organ organ tubuh sehingga membuat kolateral yaitu melewati Duktus arteriosus yang menghubungkan antara aorta dengan arteri pulmunalis. Saluran antara aorta dan arteri pulmonal inilah yang disebut PDA ( Paten Ductus Arteriosus ). Melewati PDA inilah darah yang bercampur tadi di bawa ke paru paru untuk proses difusi . Darah yang dibawa ke paru-paru melalui PDA ini jumlahnya sedikit sehingga penderita sesak, hipoksia dalam jangka yang lama dan menyebabkan sianosis atau bisa juga terjadi spell. Selanjutnya, darah yang teroksigenasi mengalir melalui vena pulmonal masuk ke atrium kanan ke ventrikel kiri selanjutnya ke aorta dengan bercampur darah dari ventrikel kanan ke otak, tubuh bagian atas serta ke organ tubuh bagian bawah. Darah pada sistem sistemik ini juga berkadar oksigen yang kurang sehingga mengganggu proses pertumbuhan anak atau penderita. Penderita cepat lelah, dan hasil dari metabolisme akan melewati vena kava inferior dan vena cava superior masuk ke atrium kanan.

Spell Hyper-cyanotic adalah kejadian hipoksemia paroksismal pada pasien dengan penyakit jantung bawaan sianotik dengan fisiologi TOF (ventrikel septal defect dengan penurunan aliran darah paru) terutama pada bayi. (http://www.cardioiap.org, 2013)

Spells dapat diawali oleh menangis berlebihan, sianosis yang bertambah, hiperventilasi yang akhirnya menyebabkan bayi tertidur, perubahan sensorik atau kejang yang dapat mengancam jiwa.

Penanganan Spell hipoksik menurut www.cardioiap.org tahun 2013 :

1 . Memposisikan anak dalam posisi knee chest di pangkuan ibu ( metode yang paling sederhana untuk menenangkan anak dan meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik ) , dan pemberian sedasi ( Medazolam , morfin & ketamin ) .

2 . Manajemen farmakologis dengan pemberian beta - blocker dan alfa selektif 1 agonis untuk mengontrol rangsangan saraf otonom ( untuk mengurangi Takikardia , kejang infundibular & meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik )

3 . Meningkatkan volume preload dan kontrol asidosis metabolik : Dengan pemberian cairan IV & bicnat .

4 . Penggunaan oksigen dan ventilasi - Bantuan ventilasi dapat menstabilkan bayi yang tidak berespon dengan penanganan rutin.

5 . Paliatif dengan intervensi Cath atau pembedahan mungkin diperlukan pada anak yang sangat sakit .

6 . Bayi dengan fisiologi TOF diketahui menderita anemia relatif dilakukan transfusi darah untuk meningkatkan hemoglobin di atas 14gm %.

2.4.2 Tanda dan Gejala :

Sianosis


Pernafasan cepat


Sesak / sulit bernafas


Cepat lelah


Gangguan pertumbuhan dan perkembangan. (Lucile Packard Childrens hospital, California, 2013).


2.4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang meliputi :

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laborat ini untuk mengetahui adanya peningkatam Hb, Hematokrit

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG untuk mengetahui apakah adanya tanda tanda hipertropi ventrikel kanan

Pemeriksaan Rotgen /Radiologi

Pemeriksaan rotgen berguna untuk mengetahui apakah ada pembesaran jantung dan mengetahui vaskularisasi di paru paru yaitu adanya gambaran Oligami ataupun Plethora.

Pemeriksaan Echocardiogram

Pemeriksaan ini sangat penting juga untuk mengetahui tekanan di bagian ruang ruang jantung. Dan juga fungsi dari katup katup yang ada di jantung.(Lucile Packard Childrens hospital, California, 2013).

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahu seberapa berat atau ringan kondisi di ruang jantung untuk di jadikan acuan rencana medis yang akan dilakukan.

2.4.4 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dan pengobatan pada penderita Atresia Pulmonal adalah :

Prostaglandin

Obat untuk mempertahankan ductus arteriosus tetap terbuka sehingga tetap berlangsungnya aliran darah dari aorta ke arteri pulmonal

BAS ( Ballon Atrial Septectomy)

Yaitu tindakan untuk membuat ASD. Di perlukan pada kasus atresia pulmonal dengan intact ventricular septum.

Operasi

.

Operasi Shunt

Yaitu operasi untuk menempatkan shunt antara aorta dan arteri pulmonalis untuk membantu meningkatkan aliran darah ke paru-paru .


Operasi Glenn dua arah / Hemi Fontan

Jika ventrikel kanan mereka kecil tapi cukup besar untuk melakukan fungsi memompa , anak dapat menjalani operasi untuk mengarahkan sebagian darah miskin oksigen dari vena kava superior ke arteri pulmonalis mereka. Operasi ini disebut prosedur Glenn dua arah . Hal ini mengurangi beban kerja bagi ventrikel kanan mereka.


Operasi Fontan

Jika ventrikel kanan mereka terlalu kecil untuk melakukan memompa , anak Anda mungkin memiliki operasi untuk mengarahkan semua darah yang miskin oksigen langsung ke arteri pulmonalis tanpa melalui jantung pertama . Operasi ini disebut prosedur Fontan


Operasi Rasstelli

Yaitu operasi pemasangan conduit dari RV ke Arteri Pulmonal disertai dengan closure VSD. Hal ini dilakukan bila RV dan Arteri Pulmonal sudah cukup baik. ( Mayo Clinic, 2013)

Operasi Rastelli




Operasi Hemi fontan dan Fontan




Sumber : www.rch.org.au

ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian

Tahapan pertama dari proses asuhan keperawatan adalah pengkajian. Pengkajian keperawatan merupakan proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien (Potter & Perry, 2005). Data yang dikumpulkan bisa didapatkan dari sumber primer dan sekunder melalui tehnik anamnesa, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Data yang perlu dikaji meliputi :

Identitas Klien : Nama, umur, jenis kelamin, BB dan Pj badan lahir, BB dan TB sekarang.


Riwayat Kehamilan : apakah selama kehamilan Ibu menderita penyakit yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin seperti terkena infeksi virus, hipertensi, atau DM.


Riwayat penyakit sekarang & faktor pencetus : keluhan yang dirasakan dan pada saat apa keluhan tersebut muncul.


Riwayat penyakit terdahulu : apakah anak memiliki riwayat batuk panas sering ( infeksi saluran pernapasan), apakah anak sulit menetek, cepat lelah, banyak keringat, BB sulit naik.


Jika anak tampak biru kaji : apakah anak tampak makin biru jika beraktivitas, adanya riwayat kejang/pingsan, kesulitan menetek, dan sering jongkok saat beraktivitas.


Kebiasaan sehari – hari meliputi pola makan, pola eliminasi, dan pola istirahat ( frekuensi, jenis makanan, konsistensi BAB/BAK, lamanya tidur)


Kaji tingkat pengetahuan keluarga terkait kondisi anak


Pemeriksaan Fisik Head to toe dan vital sign.

Kepala dan rambut

Kepala : kaji bentuk dan kulit kepala

Rambut: penyebarannya, warnanya, kebersihan.


Wajah : kaji bentuk struktur wajah, warna kebiruan atau tidak


Mata : bentuk, simetris/tidak, konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak, pupil isokor


Hidung : tulang, septum nasi, lubang, apakah ada pernapasan cuping hidung


Telinga : bentuk, lubang, ketajaman pendengaran


Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil, Pharing : sianosis atau tidak, bentuk ada kelainan atau tidak.


Leher dan Tenggorokan : JVP, Kelenjar karotis


Dada


Inspeksi : bentuk simetris, pernapasan,


Palpasi : vocal fremitus, pulsasi denyutan,


Perkusi


Auskultasi : suara napas, apakah ada murmur


Pemeriksaan Abdomen : inspeksi bentuk, warna kulit, palpasi apakah ada nyeri tekan, bising usus, perkusi suara abdomen, auskultasi bising usus.


Pemeriksaan ekstrimitas / musculoskeletal sekaligus fungsi neurologis: akral hangat/dingin, kekuatan otot, adakah Clubbing finger,Capillary refill


Pemeriksaan genetilia dan anus

Pengkajian Tumbuh Kembang

Feeding dificulty, Failling to thrive.

Pada umur 5 tahun anak bisa :

• Melompat-lompat

• Menggambar orang 3 bagian (kepala, badan, tangan/kaki)

• Menceritakan pengalamannya

• Mengerti lawan kata seperti panas-dingin, tinggi-rendah

• Bermain bersama anak lain

• Menjawab pertanyaan sederhana

• Menghitung sampai 10

• Mencuci dan mengeringkan tangannya

sendiri

• Memakai pakaian sendiri

• Menyebut nama teman bermainnya. (Buku KIA, 2008)

Pemeriksaan penunjang : hasil laboratorium, Rontgen thorax, EKG, Ekokardiografi, Kateterisasi.


Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial pasien terhadap masalah yang muncul yang didapatkan dari hasil pengkajian. Pada kasus Atresia Pulmonal dengan VSD dan PDA, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain :

Penurunan Cardiac Output B.d kelainan struktur jantung : PA, VSD, PDA


Pola nafas tidak efektif b.d Penurunan energi dan kelelahan, komplikasi paru


Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, feeding difficulty


Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d penyakit kronik


Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen


Resiko injury (perdarahan) b.d trombositopenia


Kurang pengetahuan orang tua b.d tidak adekuatnya informasi yang dimiliki tentang keadaan anaknya.

( Sumber : Delmar's Pediatric Nursing Care Plans - 3rd Ed. 2005)


Intervensi Keperawatan

Penurunan Cardiac Output B.d kelainan struktur jantung : PA, VSD, PDA


Pola nafas tidak efektif b.d Penurunan energi dan kelelahan, komplikasi paru


Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, feeding difficulty


Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d penyakit kronik


Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan dan suplai oksigen


Resiko injury (perdarahan) b.d trombositopenia


Kurang pengetahuan orang tua b.d tidak adekuatnya informasi yang dimiliki tentang keadaan anaknya.

( Sumber : Delmar's Pediatric Nursing Care Plans - 3rd Ed. 2005)


Evaluasi

Tidak terjadi penurunan curah jantung.


Pola napas efektif


Nutrisi klien terpenuhi.


Tidak terjadi gagal tumbuh kembang


Peningkatan toleransi aktivitas


Tidak terjadi resiko injuri ( perdarahan ).


Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup mengenai penyakit yang diderita oleh anaknya

( Sumber : Delmar's Pediatric Nursing Care Plans - 3rd Ed. 2005)

 


ASD (ATRIAL SEPTAL DEFEK)

I. STUDI KEPUSTAKAAN


Atrial Septum Defek (ASD)

Definisi

Lubang yang abnormal antara atrium menyebabkan aliran darah dari tekanan tinggi atrium kiri menuju ke tekanan lebih rendah atrium kanan (Wong, 2003)


Kerusakan antara kedua ruang atas jantung (atrium) dimana menyebabkan percampuran darah beroksigen dengan yang tidak (www.singhealth.com)

Klasifikasi

Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 type, yaitu :


Ostium Primum (ASD 1)

Defek terjadi dibawah/akhir dari pada septum. Dapat dihubungkan dengan kelainan katup mitral.



Ostium Sekundum (ASD 2)

Defek terjadi dekat pertengahan septum/ terletak pada daerah fosa ovalis.



Sinus Venosus Defek

Defek terletak di antara vena kava superior/inferior dan atrium kanan. Bisa dihubungkan dengan gangguan sebagian penghubung vena pulmonal.


Patofisiologi

Tekanan pada atrium kiri lebih tinggi daripada atrium kanan, sehingga darah akan mengalir dari kiri ke kanan atrium. Ini menyebabkan peningkatan darah yang teroksigenisasi pada jantung kanan. Walaupun perbedaan tekanan yang terjadi rendah, kecepatan aliran tinggi bisa terjadi karena resistensi pembuluh darah pulmonal yang rendah dan distensi lebih besar pada atrium kanan. Volume darah yang masuk bisa ditoleransi oleh ventrikel kanan karena aliran darah yang masuk lebih rendah dibandingkan pada defek septum ventrikel (VSD). Meskipun terdapat dilatasi atrium dan ventrikel kanan, gagal jantung jarang ditemukan pada ASD uncomplicated. Perubahan pada pembuluh darah pulmonal terjadi hanya jika ASD tidak diperbaiki dalam rentang puluhan tahun.

Etiologi

ASD merupakan penykit congenital, terjadi bila ada kesalahan dalam jumlah absorbsi atau proliferasi jaringan selama perkembangan embriologi pada minggu ke-empat sampai minggu ke-enam kehamilan, maka dapat terjadi defect.

Manifestasi Klinik

Penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung. Terdapat bunyi murmur yang spesifik. Selain itu pasien beresiko mengalami aritmia karena terjadi pembesaran dan peregangan otot jantung, kerusakan pembuluh darah pulmonal, dan emboli pada tahap lanjut akibat dari peningkatan aliran pulmonal.

Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar.

Pemeriksaan Fisik

Dispneu (kesulitan dalam bernafas)


Sesak nafas ketika melakukan aktivitas


jantung berdebar-debar (palpitasi)


Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan


Aritmia

Pada auskultasi:


Bunyi jantung dua yang terpisah, lebar dan menetap


Bunyi jantung dua komponen pulmonal mengeras bila ada hipertensi pulmonal


Bising sistolik ejeksi yang halus disela iga 2 parasternal kiri


Bising mid diastolic yang bertambah keras pada inspirasi di daerah katup tricuspid akibat aliran yang deras.


Bising pansistolik mitral insufisiensi di daerah apeks bila terdapat celah pada katup mitral (pada ASD primum) atau penyulit prolaps katup mitral (pada ASD sekundum).

Pemeriksaan Diagnostik

Elektrokardiogram
Deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD Secundum; RBBB,RVH. EKG menunjukkan adanya fibrilasi atrium atau pembesaran atrium kanan


Foto roentgen thoraks


Echocardiogram


TEE


Kateterisasi

Terapi Medis

Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan indikasi kontra.

Tindakan operasi

Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Defect atrial ditutup menggunakan patch


Tanpa operasi

Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal Occluder (ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan pembedahan. Amplatzer septal occluder(ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum, patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.

DAFTAR PUSTAKA


Behrman et al. (1996). Nelson Textbook of Pediatrics. 15 th ed. United States: WB Saunders Company

Brunner&Studdart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Carpenito. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Gray et al. (2002). Lecturer Notes: Kardiologi. Jakarta: 2005

Wong et al. (2003). Nursing Care of Infants and Children. Missouri: Mosby

Woods et al. (2005). Cardiac Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

CABG

STUDI KEPUSTAKAAN


Coronary Artery Bypass Graft (CABG)

Definisi

    Coronary Artery Bypass Graft merupakan salah satu metode revaskularisasi yang umum dilakukan pada pasien yang mengalami atherosclerosis dengan 3 atau lebih penyumbatan pada arteri coroner atau penyumbatan yang signifikan pada Left Mean Artery Coroner (Chulay&Burns, 2006).

    Secara sederhana, CABG adalah operasi pembedahan yang dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.

Indikasi dan kontra indikasi.

Indikasi CABG menurut AHA:

Indikasi CABG tanpa gejala / angina ringan.

Kelas I :

Stenosis Leaft Mean Coronaty Artery yang signifikan.


Leaft mean equivalen (stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX proximal).


Three Vessel Desease ( angka harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV EF 50%).

Kelas II

Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.Akan menjadi kelas satu jika terdapat iskimic berdasarkan pemeriksaan non invasive atau LV EF 50%.


Satu atau dua vessel disease tidak pada LAD.

Bila terdapat didaerah miocardium variabel yang besar berdasar kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas satu.


Indikasi CABG untuk angina stabil.


Kelas I


Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen stenosis 70% dari LAD proximal dan LCX proximal.


Three Veseel Disease (dengan harapan hidup lebih besar dengan fungsi LV terganggu misalnya LV EF 50%)


Two Vssel Disease dengan stenosis LAD proximal LV EF 50% atau terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.


Satu atau dua Vessel Desease LAD yang signfikan tetapi terdapat daerah miokardium variabel yang besar dan trmasuk kriteria cukup tinggi dari pemeriksaan non invasive.


Angina refraktur terhadap pengobatan yang maksimal.


Kelas II


Stenosis LAD proximal dengan satu Vessel deaseases.


Satu atau dua vessel desease tanpa stenosis LAD proximal yang signfikan.

Kelas III


Satu atau dua vessel desease tanpa LAD yang signfikan.


Stenosis coronary pada ambang batas (50-60% diameter pada lokasi non Left Mean Artery) dan tidak terdapat iskemic pada pemeriksaan non invasive.


Indikasi CABG untuk Unstable Angina / Non Q Wave MI.


Kelas I

Stenosis Leaft Mean Coronary yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen.


Iskemic yang mengancam dan tidak responsive terhadap terapi non bedah yang maksimal.

Kelas IIA.

Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease


Kelas IIB

Satu atau dua vessel deasease tidak pada LAD.


Indikasi CABG pada ST Segmen elevation Q wave MI


Kelas I


Kelas IIA

Iskemic yang mengancam atau infark yang tidak responsive pada terapi non bedah yang maksimal.


Kelas IIB

Gagal pompa ventrikel kiri yang progresif dengan stenosis koroner yang mengancam daerh miokardium.


Untuk referfusi untuk jam-jam pertama (6-12 jam pada STEMI).

Kelas III

Untuk referfusi primer lambat (>12 jam) pada STEMI tanpa iskemic yang mengancam.


Indikasi CABG pada fungsi ventrikel kiri yang buruk.

Kelas I

Stenosis Leaft Mean Coronary Artery yang signfikan.


Leaft Mean Equivalen: Stenosis signfikan 70% dari LAD proximal dan LCX proximal.


Stenosis LAD proximal dengan dua atau tiga vessel desease .

Kelas II

Fungsi LV yang memburuk dengan area miokardium viable terevascularisasi tanpa adanya perubahan atau kelainan anatomis.


Kelas III

Fungsi LV buruk tanpa adanya tanda dan gejala iskemic intermitten dan tanpa adanya daerah miokardium yang viable dan terevascularisasi.


Indikasi CABG pada Aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.

Kelas I

Stenosis pada Left Mean Coronary Artery.


Three Vessel Desease.

Kelas IIA


Satu atau dua vessel deasese yang bisa dilakukan bypass.

Akan menjadi kelas satu bila terdapat iskemic berdasarkan pemeriksaan non invasive atau LV EF <50%.

Jika terdapat miokardium yang besar dan termasuk kriteria resiko tinggi dari hasil pemeriksaan non invasive akan menjadi kelas I.


Stenosis LAD proximal dengan satu atau dua vessel desease.

Kelas III

Takikardi ventrikel tanpa skore dan tanpa bukti ada iskemic.


Indikasi CABG pada pasca kegagalan PTCA.

Kelas I

Iskemic yang mengancam atau oklusi pada area miokard yang signfikan.


Hemodinamic yang tidak stabil.

Kelas IIA


Benda asing pada lokasi anatomis yang penting.


Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan tidak memiliki riwayat sternotomi.

Kelas IIB

Hemodinamik yang tidak stabil pada pasien dengan kelainan sistem koagulasi dan memiliki riwayat sternotomi.


Kelas III

Tidak iskemic.


Revaskularisasi yang gagal oleh karena keadaan anatomi atau miokardiumyang tidak viable lagi.


Indikasi CABG pada pasien dengan riwayat CABG.

Kelas I

Angina Refraktur terhadap pengobatan non invasive maksimal.


Kelas IIA


Stenosis yamg nyata pada coroner distal yang memungkinkan dilakukan bypass dengan daerah miokardium yang besar yang terancam pada pemeriksaan.


Kelas IIB

Iskemic pada daerah distribusi non LAD dengan graft arteri mamari interna paten ke LAD yang memperdarahi area miokardium fungsional dan tanpa usaha pengobatan medikal mentosa atau revaskularisasi percutan yang agresif.


Kontraindikasi CABG

    Adapun kontraindukasi CABG secara mutlak tidak ada,tetapi secara     relatif CABG dikontraindikasikan bila terdapat berbagai faktor yang     akan memperberat atau meningkatkan resiko selama dan sesudah     operasi.Seperti:

Faktor usia yang sudah sangat tua.


Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner kronik akibat diabetes mellitus dan EF yang sangat rendah <15%.


Sklerosis aorta yang berat.

Teknik operasi CABG

    Ada 2 teknik yang digunakan pada operasi CABG yaitu on pump dan off pump. Masing-masing teknik memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.

    Pada operasi on pump prosedur dijalankan menggunakan alat mekanis mesin jantung paru. Mesin jantung paru memungkinkan lapangan operasi yang bebas darah sementara perfusi tetap dapat dipertahankan untuk jaringan dan organ lain di tubuh. Pintasan jantung paru dilakukan dengan memasang kanula di atrium kanan dan vena kava untuk mengeringkan darah dari tubuh. Kanula kemudian dihubungkan dengan tabung yang berisi cairan kristaloid isotonic. Darah vena yang diambil dari tubuh disaring, di oksigenasi, dijaga temperatunya kemudian dikembalikan ke tubuh. Kanula yang mengembalikan darah ke tubuh dimasukkan ke aorta ascenden.

    Selanjutnya untuk membuat jantung arrest diberikan cairan cardioplegia yang formulanya tinggi kalium, mengandung dekstrose, buffer pH, hiperosmolalitas, dan anastesi lokal. Rute pemberiannya bisa melalui root aorta (antegrade) dan melalui sinus coronaries (retrograde) serta melalui keduanya.


    Operasi teknik off pump tidak menggunakan mesin jantung paru sehinnga jantung tetap berdetak secara normal dan paru-paru berfungsi secara biasa saat operasi dilakukan.

Kriteria pasien Off Pump:

Pasien yang direncanakan operasi elektif.


Hemodinamik stabil.


EF dalam batas normal.


Pembuluh darah distal cukup besar.

Keuntungan dari teknik Off Pump (Benetti&Ballester,1995)

Meminimalkan efek trauma operasi.


Pemulihan/mobilisasi lebih dini.


Drainase darah pasca bedah minimal.


Tersedia akses sternotomi untuk reoperasi.


Pembuluh darah yang digunakan sebagai bypass.

Ada 3 pembuluh darah yang sering digunakan sebagai bypass, yaitu Arteri Mamaria Interna, arteri radialis dan vena safena.


    Arteri mammaria interna (AMI). Biasanya berasal dari dinding bawah arteri subklavia, melewati bagian atas pleura dan tepat lateral terhadap sternum. Penggunaan AMI dengan ujung proksimal masih dihubungkan ke arteri subklavia. AMI kiri lebih panjang dan lebih besar sehingga sering digunakan sebagai bypass arteri coroner (Shapira et al, 2002). AMI sering digunakan karena memiliki kepatenan pembuluh darah yang baik. Studi menunjukkan bahwa sekitar 96% kasus CABG yang menggunakan IMA dapat bertahan lebih dari 10 tahun (Wood et al, 2005). IMA sering di gunakan untuk by pass arteri Left anterior ascenden.

    Arteri radialis. Arteri ini melengkung melintasi sisi radialis tulang Carpalia dibawah tendo Musculus Abductor Pollicis Longus dan tendo Musculus extensor Pollicis Longus dan Brevis. Arteri radialis diinsisi lebih kurang 2 cm dari siku dan berakhir 1 inchi dari pergelangan tangan. Biasanya sebelum dilakukan pemeriksaan Allen Test untuk mengetahun kepatenan arteri ulnaris jika arteri radialis diambil. Pada pasien yang menggunakan arteri radialis harus mendapatkan terapi Ca Antagonis selama 6 bulan setelah operasi menjaga agar arteri radialis tetap terbuka lebar. Sebuah studi menunjukkan bahwa arteri radialis memberikan lebih banyak kemampuan revaskularisasi dalam waktu yang lebih lama dibandingkan vena safena (Dunning et al, 2005).

    Vena Safena. Ada dua vena safena yang terdapat pada tungkai bawah yaitu vena safena magna dan parva. Namun yang sering dipakai sebagai saluran baru pada CABG adalah vena safena magna. Vena safena sering digunakan karena diameter ukurannya mendekati arteri coroner.

Komplikasi potensial pasca operasi CABG

Komplikasi jantung setelah operasi CABG dapat ditangani berdasarkan empat komponen yang mempengaruhi curah jantung meliputi preload, afterload, frekuensi denyut nadi, dan kontraktilitas.


Gangguan preload meliputi hipovolemia, perdarahan menetap, tamponade jantung dan kelebihan cairan.

Hipovolemia merupakan penyebab tersering terjadinya penurunan curah jantung setelah operasi jantung. Prosedur operasi menyebabkan kehilangan darah meski sudah dilakukan penggantian cairan. Namun pada saat suhu tubuh dinaikkan yang awalnya hipotermi mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dibutuhkan lebih banyak cairan untuk memenuhi rongga pembuluh darah.

Perdarahan pasca operasi jantung terbagi 2 yaitu medical dan surgical. Perdarahan medikal terjadi karena gangguan pembekuan darah akibat rusak dan pecahnya trombosit. Selain itu mekanisme pembekuan darah juga akan terganggu bila pasien dalam keadaan hipotermik. Kedua, perdarahan surgical terjadi karena faktor pembedahan seperti jahitan yang bocor atau dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Jumlah drainase tidak boleh melebihi 200 ml/jam selama 4 jam sampai 6 jam pertama.

Tamponade jantung adalah kondisi dimana terkumpulnya cairan di lapisan pericardium jantung yang menekan jantung dari luar sehingga menghalangi darah untuk masuk ke ventrikel. Manifestasi klinisnya adalah terjadi hipotensi arteri, bunyi jantung lemah, penurunan haluaran urine, tekanan PCWP dan CVP meningkat, takikardi, drainase berkurang, pulsus paradoksus (penurunan lebih dari 10 mmHg selama inspirasi), akral dingin.

Kelebihan cairan merupakan masalah yang jarang terjadi pada pasien pasca bedah jantung. Tekanan arteri Pulmonal, PCWP dan CVP meningkat. Biasanya diberikan diuretic dan kecepatan pemberian cairan via intravena diperlambat.


Gangguan afterload sering disebabkan oleh perubahan suhu tubuh pasien. Pada hipotermia terjadi konstriksi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan afterload. Penanganannya adalah dengan menghangatkan kembali pasien secara bertahap, dan jika diperlukan dilakukan pemberian vasodilator sementara menunggu penghangatan. Sebaliknya demam atau kondisi hipertermik akan meningkatkan afterload. Penanganannya dengan menjaga normotermia tubuh atau dengan pemberian vasopressor.


Hipertensi. Hipertensi terjadi akibat peningkatan afterload. Jika pasien sudah mengalami hipertensi sebelum pembedahan maka penatalaksaan terapinya disesuaikan seperti sebelum operasi.


Aritmia. Aritmia dapat mempengaruhi curah jantung. Tujuan utama penangannya adalah mengembalikan irama jantung ke irama sinus normal dan mencapai irama stabil yang menghasilkan curah jantung yang sesuai dengan kebutuhan pasien.


Gangguan Kontraktilitas. Gagal jantung terjadi jika jantung tidak mampu memompakan darah sesuai kebutuhan tubuh. Gejala klinis yang muncul adalah terjadi penurunan tekanan arteri rata-rata, takikardi, gelisah,kesulitan bernafas, edema dan terjadi peningkatan PCWP, PA dan CVP.


Infark Miokard Post Operasi (PMI). Terjadi kematian sebagian otot jantung sehingga menurunkan kontraktilitas. Pengkajian yang dilakukan harus teliti untuk membedakan dengan nyeri karena faktor pembedahan. Infark miokard harus dicurigai jika tekanan arteri rata-rata menurun dengan preload yang normal. Serial EKG dan enzim dapat membantu penegakkan diagnose.


Komplikasi Paru-paru

Komplikasi paru sering ditemukan saat mengkaji suara nafas, saturasi oksigen, dan volume tidal saat ekspirasi pada ventilator. Hasil analisa gas darah dan vena campuran harus dipantau.


Komplikasi Neurologis

Kebanyakan pasien mulai pulih kesadarannya dari efek anastesi dalam 1 sampai 6 jam pasca operasi. Pasien yang tidak mampu mengikuti perintah sederhana dalam 6 jam atau menunjukkan perbedaan kemampuan antara tubuh kanan dan kiri harus dievalusi kemungkinan stroke.

Defisit neurologi yang dihasilkan dari prosedur intra operasi biasanya terjadi 24–48 jam pertama setelah operasi. Selain dari penggunaan CPB, gangguan neurologis yang terjadi setelah beberapa hari perawatan biasanya dikarenakan tidak stabilnya hemodinamik post operasi atau terjadi AF (Atrial Fibrilasi).


Gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit

Hipokalemi dapat diakibatkan oleh masukan yang kurang, pemberian diuretic,, muntah, diare dan stress pembedahan. Perubahan EKG yang muncul adalah gelombang T yang datar atau terbalik dan adanya gelombang U. Kolaborasi pemberian Kalium intravena perlu dilakukan.

Hiperkalemi dapat disebabkan oleh peningkatan asupan, hemolisis sel darah merah, insufisiensi ginjal, nekrosis jaringan. Gejala yang terjadi adalah konfusi mental, gelisah, mual, kelemahan, parastesia ekstremitas. Perubahan EKG yang spesifik adalah gelombang T yang tinggi dan lancip, peningkatan amplitude, pelebaran QRS, dan QT yang memanjang. Penanganannnya adalh kolaborasi pemberian natrium bikarbonat, insulin IV dan glukosa.

Hipernatremi dan hiponatremi. Hiponatremi cukup jarang terjadi, biasanya lebih disebabkan peningkatan cairan yang masuk ke tubuh sehingga terjadi pengenceran natrium tubuh.

Hipokalsemi dan hiperkalsemi. Hipokalsemi biasanya terjadi akibat alkalosis yang menurunkan jumlah Ca dalam cairan ekstrasel. Hiperkalsemi dapat menyebabkan aritmia yang serupa dengan keracunan digitalis. Penanganan segera harus dilakukan untuk mencegah terjadinya asistole dan kematian.


Infeksi

Komplikasi yang sering dialami oleh pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan. Penggunaan mesin CPB dan anastesi akan menurunkan system imunitas tubuh. Selain itu alat invasive yang melekat pada pasien bisa menjadi sumber infeksi. Penangan infeksi biasanya didasarkan pada protocol di setiap rumah sakit.

Dekubitus

Luka yang terjadi akibat penekanan yang lama pada bagian tubuh yang menonjol. Peranan perawat sangat vital mencegah terjadinya dekubitus khususnya pada pasien dengan bedrest total. Miring kanan-kiri adalah salah satu cara mencegah terjadinya dekubitus


C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi

2. Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan     gangguan volume darah, osmotic diuresis

3. Risti Infeksi berhubungan dengan luka insisi, imunosupresi

D. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I : Nyeri berhubungan dengan luka operasi

Tujuan        : Nyeri hilang/berkurang

Kriteria Hasil    :

    a. Menyatakan nyeri berkurang

    b. Menunjukkan postur tubuh rileks

    c. Kemampuan istirahat/tidur cukup

    d. Membedakan ketidaknyamanan antara nyeri angina dan             luka operasi

Intervensi        :

a. Dorong pasien untuk melaporkan tipe, lokasi serta intensitas nyeri dan skala nyeri 0-10. Tanyakan pada pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri dada angina

Rasionalisasi: Penting untuk pasien membedakan nyeri insisi dan nyeri angina untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Nyeri berat pada luka operasi beresiko terjadinya komplikasi.

b. Observasi cemas, mudah teransang, menangis, gelisah, gangguan tidur. Pantau tanda-tanda vital.

Rasionalisasi: Petunjuk nonverbal ini menunjukkan adanya derajat nyeri yang dialami

c. Identifikasi posisi nyaman menggunakan alat bantu bila perlu.

Rasionalisasi: bantal/gulungan selimut berguna untuk menyokong ekstremitas, mempertahankan postur tubuh dan penahanan insisi untuk menurunkan tegangan otot/ meningkatkan kenyamanan.

d. berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung atau perubahan posisi. Bantu aktifitas perawatan diri.

Rasionalisasi: dapat meningkatkan relaksasi/ perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi dosis analgetik

e. Identifikasi penggunaan perilaku seperti bimbingan imaginasi, distraksi, visualisasi nafas dalam

Rasionalisasi: teknik relaksasi dan penangan stress, meningkatkan rasa sehat, mengurangi kebutuhan analgesic dan meningkatkan penyembuhan

f. Pantau laporan nyeri di area yang tak biasa atau keluhan yang tak jelas khususnya bila disertai oleh perubahan mental, tanda vital dan kecepatan nafas.

Rasionalisasi: Manifestasi dini terjadinya komplikasi seperti tromboplebitis, infeksi, disfungsi gastrointestinal

g. Beri obat pada saat prosedur sesuai indikasi

Rasionalisasi: kenyamanan dengan pasien saat pengobatan, ambulasi, dan prosedur dipermudah oleh pemberian analgesik

Diagnosa Keperawatan II : Gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotic, gangguan volume darah

Tujuan     : Kebutuhan cairan dan hidrasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil     : Hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital yang atabil, nadi perifer dapat diraba, capillary refill baik, haluaran urine dan kadar elektrolit dalam batas normal

Intervensi    :

Monitor parameter hemodinamik sacara ketat

Rasional: Memberikan informasi mengenai keadaan hidrasi tubuh


Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Rasionalisasi: volume sirkulasi yang adekuat penting untuk aktivitas seluler yang optimal, asidosis metabolic dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi setelah penggunaan alat mesin jantung paru


Monitor nadi perifer, capillary refill, turgor kulit, membrane mukosa

Rasional: untuk mengetahui perfusi ke jaringan. Volume sirkulasi darah yang adekuat penting untuk aktivitas selular yang optimal. Perfusi ke jaringan yang baik menunjukkan keadekuatan cairan di intravaskular


Monitor intake dan output

Rasional: Menentukan kondisi pasien berhubungan dengan status cairan dan rehidrasi yang akan dilakukan


Waspada terhadap perubahan kadar elektrolit serum

Rasionalisasi: konsentrasi elektrolit tertentu sangat penting baik dalam cairan tubuh intraseluler dan ekstraseluler untuk mempertahankan kehidupan


Observasi adanya edema, peningkatan BB, peningkatan tanda-tanda vital

Rasional: Mengevaluasi intervensi untuk rehidrasi cairan. Rehidrasi yang tidak terkontrol akan mengganggu keseimbangan volume cairan di intravascular


Diagnosa Keperawatan III: Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka op, terpasang alat di tubuh, imunosupresi

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria Evaluasi: tidak terjadi demam dan tercapai pemulihan luka tepat pada waktunya

Intervensi:

a. Lakukan prosedur mencuci tangan yang baik staf dan pengunjung. Batasi pengunjung yang mengalami infeksi.

Rasional: lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi

b. Monitor tanda-tanda vital pasien terutama suhu

Rasional: peningkatan suhu terjadi akibat proses inflamasi. Identifikasi dini memungkinkan terapi yang tepat

c. Ubah posisi secara berkala, pertahankan linen kering dan bebas kerutan

Rasional: menurunkan tekanan dan iritasi pada jaringan dan mencegah kerusakan kulit (potensial pertumbuhan bakteri)

d. Hindari/batasi prosedur invasive

Rasional: menurunkan risiko kontaminasi, membatasi entri portal terhadap agen infeksius

e. Patuhi teknik aseptic ketika melakukan tindakan yang berhubungan dengan alat invasive

Rasional: Mencegah kontaminasi kuman pada alat-alat yang melekat pada tubuh

f. Kolaborasi: Berikan antibiotic sesuai indikasi.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

    Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) merupakan salah satu penanganan intervensi dari PJK yaitu membuat saluran baru melewati bagian arteri coronaria yang mengalami penyempitan. Saluran baru diambil dari pembuluh darah arteri ataupun vena, sehingga menyediakan jalan untuk aliran darah yang menuju sel otot jantung

    CABG bertujuan untuk mengatasi terhambatnya aliran arteri koroner akibat adanya penyumbatan. Tindakan Kateterisasi dilakukan untuk memastikan daerah yang mengalami penyumbatan.

    Sasaran yang ingin diperoleh pasca dilakukan tidndakan CABG adalah mengurangi gejala penyakit arteri koroner, sehingga pasien mampu meningkatkan kualitas hidup lebih baik dibandingkan sebelum dilakukan operasi CABG.

B. SARAN

    Banyak masalah yang timbul dan dirasakan pasien pasca dilakukan operasi CABG. Perawat sebagai profesi yang bersentuhan langsung dengan pasien secara berkesinambungan memiliki peran yang penting untuk mengatasi keluhan yang dirasakan. Dengan asuhan keperawatan yang tepat dan kolaborasi yang baik dengan tenaga kesehatan lainnya diharapkan kesembuhan pasien sebagai outcome yang utama akan bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA


Brunner&Studdart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Carpenito. (2000). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Chulay&Burns. (2006). AACN essentials of critical care nursing. USA: The McGraw-Hill

Eagle et al. (1999). ACC/AHA guidelines for coronary artery bypass graft surgery: executive summary and recommendations. Diambil pada tanggal 15 Januari 2012 dari http://circ.ahajournals.org/content/100/13/1464.full

Feriyawati, L. (2005). Coronary artery bypass graft: vena saphenous, arteri interna mammaria, arteri radialis. Diambil pada tanggal 17 januari 2012 dari http://faculty.ksu.edu.sa/albloushi/Critical%20Care%20Nursing%202007/CABG.pdf 1

Gray et al. (2002). Lecturer Notes: Kardiologi. Jakarta: 2005

Martin et al. (2006). Nursing care of the patient undergoing coronary artery bypass graft. Diambil pada tanggal 17 januari 2012 dari http://www.nursingcenter.com/library/JournalArticle.asp?Article_ID=638956

Woods et al. (2005). Cardiac Nursing. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

11/03/2018

ACS (ACUT CORONARRY SYNDROME) / SINDROM KORONER AKUT

Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi terjadi pengurangan aliran darah ke jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti serangan jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik ringan, keringat yang berlebihan secara tiba-tiba (diaforesis), muntah, mual, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak (cardiac arrest)



DOWNLOAD ASKEP ACS 

DOWNLOAD GUIDELINE ACS TERBARU (AHA)


MIOKARD INFARK PASCA CABG

Perioperative Miokard Infark Merupakan salah satu komlikasi pasca operasi jantung yang sangat menakutkan. Karena mengancam hemodinamik pasien dan bahkan dapat menyebabkan kematian perioperatif



Download Askep Perioperatif Miokard Infark

ATRIAL FIBRILASI PASCA CABG

Atrial Fibrilasi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi selama operasi CABG. Komplikasi ini dapat terjadi intra maupun pasca operasi. Bila tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan komplikasi lanjutan yg lebih parah seperti stroke dan kardiomiopati..


Download askep POAF Pasca CABG

Mengenai Saya

Foto saya
Seorang perawat di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sejak 2008. Lulus Pendidikan Kardiovaskuler Dasar Tahun 2009, Kardiovaskuler Lanjutan Tahun 2016. Saat ini bekerja di Unit ICU Bedah Jantung.